Rabu, 07 Desember 2016

Plato dan Internet



Judul buku:      Plato dan Internet 
Penulis:            Kieron O’Hara
Diterbitkan oleh Penerbit Jendela 
Cetakan I, Oktober 2002. Vi+81 halaman. Ukuran 11x17,5 cm.
ISBN:              979-95978-97-6

Peresensi: Sanimala B.

Dunia terus bergerak! Siapa yang tidak punya keahlian, kemampuan, ketrampilan, dia akan jadi penonton, kelaparan, digilas dunia yang terus maju. Maka di era baru ekonomi modern ini, hidup ditentukan oleh keuntungan kompetitif. Misalnya bagi tenaga kerja atau seorang pebisnis. Bagi pebisnis dan karyawan/tenaga kerja, pengetahuan dan kreativitas adalah yang utama disamping ketrampilan mengelola dan melakukan pekerjaannya. Dan di dunia semodern ini, kemana lagi orang mencari pengetahuan itu bila tidak searching di internet, misal: menggunakan mesin pencari data: google, selain (tentu saja) saluran pengetahuan dan ketrampilan primer: sekolah, kursus, pelatihan dan sejenisnya.

Internet pada satu sisi menjanjikan keberlimpahan informasi sehingga memberi kemudahan akan akses terhadap suatu hal secara cepat dan akurat. Tak pelak, internet adalah salah satu elemen terpenting dalam dunia-bergerak yang kita hidupi hari ini. Tetapi kadangkala, internet membuat orang bingung dalam menentukan sikap terhadap luapan informasi di dalamnya. Terbukti dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan kebingungan, misal: orang tidak lagi tanya soal bagaimana mengumpulkan dan mendapat informasi, tapi tanya bagaimana cara ia bisa manfaatkan dan pakai informasi itu dengan tepat. Kenyataannya, di tengah jutaan data dalam internet, kita menemukan diri kita tenggelam dalam lautan informasi seraya mengalami kekurangan pengetahuan yang justru benar-benar kita butuhkan untuk hidup sehari-hari di tengah realitas hidup di tempat kerja, di lingkungan tempat kita tinggal, dll.

Jumat, 10 Juni 2016

Pemekaran dan Proses Pemusnahan Manusia Papua Melalui Pendidikan

papua
Gambar ini diambil dari indoprogress.com
Penulis: Mikael Kudiai*

”Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri,” oleh Pdt. I.S. Kijne, WasiorManokwari, tanggal 25 Oktober 1925.

BICARA soal pendidikan di Indonesia pasti tidak ada ujungnya. Pernyataan itu kerap muncul di kalangan terpelajar seperti organisasi-organisasi gerakan mahasiswa dan masyarakat. Pendidikan di Indonesia hari ini punya banyak kontroversi, lebih-lebih di kalangan elit institusi pendidikan di Indonesia. Satu hal menarik yang akan saya angkat dalam tulisan ini adalah soal situasi pendidikan di Papua dari kacamata negatif, dalam arti dampak yang kerap timbul dan berakar di Papua. Di samping itu, tulisan ini hendak menunjukkan proses menuju pemusnahan manusia Papua lewat pendidikan. Pemusnahan ini diartikan sebagai sebuah proses luntur dan hilangnya manusia Papua yang sesungguhnya.

Sebelumnya, saya sepakat dengan tulisan Johanes Supriyono berjudul “Pendidikan di Papua, Masalah Serius.”[1] Benar, pendidikan di Papua saat ini adalah masalah kompleks yang serius. Ada beberapa poin penting yang sudah diuraikan di dalam tulisan tersebut, soal kisah klasik pendidikan Papua, seperti cerita-cerita tentang gedung sekolah yang reyot, jumlah guru yang sedikit, dan minimnya ketersediaan buku-buku pelajaran di pedalaman. Kisah seperti ini dimiliki bukan saja oleh generasi sekarang. Generasi-generasi sebelumnya sudah lebih dulu mengalami.

Selasa, 07 Juni 2016

Menentukan Nasib Sendiri

 
Masa aksi KNPB for Freedom West Papua. Foto:Ist.
Penulis: Sanimala B.

“Kau yang anak bangsa Papua: Setidaknya, jangalah kau  jadi sekrup yang menguatkan roda sistem dan struktur raksasa yang menjajah yang diciptakan kolonial Indonesia bersama kuasa kapitalisme global ini, yang terus menggilas seluruh impian, cita-cita, dan harapan merdeka dan kedamaian hidup bangsa Papua di atas tanah airnya ini.”
***

Eksploitasi SDA Papua Antara Tahun 1989-2010

Ilustrasi penolakan eksploitasi. Ist.

Berikut adalah sebagian kasus yang dilaporkan dalam terbitan berkala Down To Earth (DTE) selama lebih dari tahun 1989 hingga 2010, yakni selama 22 tahun terakhir. Sumbernya adalah buletin DTE. Angka dalam kurung mengacu pada edisi terbitan berkala DTE. Daftar ini memang kurang lengkap, tetapi memberikan indikasi besarnya kerusakan sumber daya Papua dalam beberapa dekade terakhir. Setidaknya ia memberi gambaran bagaimana kolonialisme Indonesia telah membuka pintu lebar-lebar bagi kapitalisme-imperialisme global mengambil segala yang berharga dari tanah air milik bangsa Papua itu. Berikut ringkasannya:

Eksploitasi SDA Papua Antara Tahun 1989-2010

Senin, 09 Mei 2016

Menyimak Sekelumit Gagasan Freire

Foto Paulo Freire yang diambil dari harirsilk.wordpress.com


Penulis: Johanes Supriyono*

Tulisan ini berupa ringkasan dari tulisan tentang pandangan Paulo Freire tentang pendidikan. Sumbernya ada dua seperti saya cantumkan pada tulisan ini. Saya menandai gagasan-gagasan Freire yang bagi saya pribadi menarik dan kemudian saya sarikan di sini. 

Harapan saya, tulisan ringkas ini pun memberikan suatu yang berharga bagi kita di Papua ketika bercakap-cakap tentang pendidikan.

Paulo Freire. Pedagogi Hati. (terjemahan A. Widyamartaya). Kanisius: Yogyakarta, 2001.

Beberapa pokok gagasan yang menarik untuk saya cermati kemudian dan sekaligus dielaborasi adalah: ketidaknetralan pendidikan. Artinya, pendidikan, dalam pandangan Freire, memihak pada yang miskin dan sengsara; mereka kaum tertindas dan termarginalisasi oleh yang berkuasa.

Selasa, 19 April 2016

Surat dari Mama

Tanah Papua. Foto ilustrasi: Ist.
Anakku,
Perkenankan aku hadir, mengungkapkan kegelisahan hati ini, melalui untain bait kata-kata, melalui surat ini. Mungkin kata-kata saya ini kurang berkenan di hatimu, anakku, saya meminta maaf. Tetapi saya berusaha hadir di hadapanmu melalui surat ini, apa adanya, dengan segala yang ada padaku.

Anakku,
baiklah sebelumnya kuucapkan rasa syukurku kepada Bapa di Sorga, Sang Pemberi Kehidupan. Hanya karena Dia, saya masih dapat bertahan, memberimu makanan ala kadarnya dari segala keterbatasanku saat ini, dan engkau hidup. Menemanimu, di setiap hidup, karya, dan perjuanganmu, anakku.

Sebelum terlambat, biarlah kutuliskan surat ini untukmu.

Anakku, kita memang sepantasnya bersyukur pada-Nya. Dia yang di Ataslah yang memberimu diriku untuk engkau tempati, anakku. Aku tidak membencimu, hanya karena engkau berkulit hitam, dari rumpun Melanesia, anakku.


Perjuangkan Kemerdekaan Papua Barat yang 100%



Demo AMP tahun 2014. Foto: Ist.
Penulis: Patrick Yakobus*


Karena penjajah Indonesia dan kuasa Kapitalisme global  yang menjadi korni-kroninya meninabobokan kita dari perjalanan menuju kemerdekaanb Papua dan mengambil untung darinya, kuperingatkan kau saat ini: kemerdekaan 100% bangsa Papua yang lahir-batin hanya ada dari hasil perjuangan sendiri di atas semua daya dan kekuatan sendiri.

Melihat perkembangan dan arah pendangan gerakan-gerakan politik kita zaman ini, penting bagi kita untuk melihat dua haluan pandangan orang Papua saman ini yang berbeda, yakni kemerdekaan yang diimpikan akan diberikan oleh negara-negara, Perserikatan Bangsa-bangsa, oleh Tuhan, dan kepercayaan sejenisnya.

Kedua, pandangan bahwa kemerdekaan Papua Barat yang penuh dan utuh diraih melalui perjuangan bangsa Papua sendiri. Baiklah kita menelaah satu per satu. Kita lebihkan yang kurang dan kurangi yang lebih.

Hakikat Kemerdekaan

Dalam zaman semodern ini, masih saja orang Papua percaya, kemerdekaan akan diberikan oleh bangsa-bangsa tertentu, oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, oleh pengara-negara pasifik, dan negara-negara lain. Ada jugalah di antara kita muncul pandangan bahwa Papua akan dimerdekakan sendiri oleh Tuhan. Benarkah? Jawab: tidak!